Saturday, April 18, 2009

Perjalanan Abadi

Wahai Saudaraku…! Kau datang dari tiada, datang hanya singgah sementara, untuk mempersiapkan diri menuju perjalanan abadi. Tujuanmu bukan disini, bukan untuk bermegah diri dan bersusah-susah untuk memperkaya diri. Dunia ini bukan tempat tinggal yang sebenarnya, dunia ini hanya intuk mempersiapkan bekal. Bekal yang akan kau bawa pulang ke negeri asalmu, mau atau tidak, kau pasti akan dipaksa untuk meneruskan perjalananmu.

Saudaraku…! Mati adalah pintu yang paling tipis, yang membatasi dunia dan akhiratmu. Sedikit saja kau terpeleset, boleh jadi kau tersungkur menabrak pintu itu. Setelah kau mati barulah kau sadar.

Wahai saudaraku yang ingin selamat dalam perjalanan abadi di akhirat. Siapkan dirimu untuk menghadapi perjalanan yang dahsyat itu. Jangan kau abaikan keselamatanmu yang sesungguhnya.

Saudaraku…! Didunia ini banyak sekali contoh perjalanan manusia yang bisa kau ambil sebagai perbandingan menempuh perjalanan di akhirat nanti. Kau perhatikan itu, mereka terlunta-lunta ditengah jalan kehidupan. Kau amati itu, mereka kepayahan mencari kesenangan. Kau tanyakan kepada mereka yang pernah menderita karena mengejar harta. Kau tanyakan kepada mereka yang pernah sengsara. Bahkan kau bisa belajar dari perjalanan hidupmu sendiri.

Kau amati terus wahai saudaraku, orang yang menderita kelaparan berbulan-bulan. Kau perhatikan itu, mereka mengungsi ke negeri lain untuk menyelamatkan diri. Kau perhatikan pengungsi besar-besaran yang melanda bumi Afrika. Kau lihat itu, mereka yang menderita akibat perang.

Kau juga boleh bertanya. Mengapa setiap orang yang suka baru kembali dari perjalanan, selalu ingin menceritakan suka duka perjalanan yang baru dialami. Atau kalau ada orang yang akan melakukan perjalanan, pasti ia akan bertanya kepada orang lain yang sudah melakukan perjalanan itu. Dia ingin mengetahui bagaimana kiranya suka duka perjalanan yang akan ditempuh ini, apa saja persiapan-persiapan yang harus dibawa agar tidak kesulitan dalam perjalanan.

Atau setiap orang yang akan menempuh perjalanan panjang, apalagi kalau perjalanan itu akan ditempuh berbulan-bulan, sudah pasti dia akan mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya. Dia tidak ingin kehabisan bekal, dia tidak ingin menderita dalam perjalanan, dia tidak ingin kelaparan dan kehausan, dia tidak ingin terlunta-lunta di negeri orang.

Saudaraku…! Pernahkah engkau mendengar orang bertanya tentang “perjalanan abadi” di akhirat…? Bukankah perjalanan akhirat itu diceritakan langsung oleh pemiliknya…?

Wahai engkau saudaraku yang memiliki rasa. Wahai engkau yang berakal. Wahai engkau saudaraku yang tidak menderita dalam “perjalanan abadi” di akhirat. Wahai engkau saudaraku yang ingin tidak menyesal dalam penyesalan yang tidak berkesudahan.
Bagaimanapun sengsaranya perjalanan dunia ini. Betapapun sulitnya hidup ini, masih ada tempat untuk mencari perlindungan, masih ada jalan keluar dari segala kesulitan dan masih banyak pohon yang tumbuh. Banyak buah-buahan yang bisa dimakan. Banyak air yang bisa diminum. Banyak barang kebutuhan kita yang tersedia dimana-mana.

Kalau kehabisan bekal, ada teman yang bisa membantu. Kalau ditimpa musibah ada saudara yang bisa menolong. Kalau menderita sakit, ada obat sebagai penawar dan ada keluarga sebagai penghibur. Kalau lemah tak berdaya, kalau sakit semakin parah, ada kendaraan yang membawa ke rumah sakit.

Wahai saudaraku yang ingin mengambil ibarat dari perjalanan ini…!
Wahai saudaraku yang pernah kelaparan…!
Wahai saudaraku yang pernah meraung-meraung kesakitan…!
Wahai saudaraku yang pernah terlunta-lunta sepanjang hari..!
Betapapun sakitnya dunia ini, masih belum berarti apa-apa bila dibanding dengan kesengsaraan akhirat.

Mengapa saudaraku, engkau hanya mempersiapkan bekal untuk perjalanan dunia berbulan-bulan…? Mengapa engkau lupakan yang akan engkau bawa dalam perjalanan abadimu…? Perjalanan bukan sejuta tahun, bukan pula trilyun tahun, melainkan perjalanan dalam waktu yang tidak terbatas.

Renungkan ini wahai saudaraku…! Hidupmu ini hanya sebentar, berapapun lamanya kau tidak abadi didunia ini, kau pasti akan meneruskan perjalananmu.
Kesana….,
Keakhirat itulah tujuan kita semua.

Alangkah ruginya hidupmu, kalau kau tidak memikirkan ini. Alangkah menyesalnya nanti, kalau kau tidak memanfaatkan hidupmu untuk mempersiapkan bekal yang akan kau bawa dalam menempuh perjalanan abadimu. Alangkah sengsaranya nanti. Kalau kau abaikan keselamatanmu yang sesungguhnya. Kau akan menangis dalam tangisan darah yang berkepanjangan. Kau akan menyesal dalam penyesalan yang tidak berkesudahan.

Manfaatkan hidupmu yang singkat ini dengan berbuat kebajikan…! Tidak lama kau beramal, tidak juga susah kau berbakti, tidak pula rugi kau dalam ibadah.

Kalaupun tujuh puluh tahun kau menderita Karena ibadah. Biarlah menderita, tapi kau akan yang akan merasakan nikmat abadi sesudah matimu. Kau tidak akan menyesal. Kau malah akan berkata, biarlah seribu tahun aku menderita di dunia karena mengharapkan ridha Allah, sungguh semuanya tidak berarti apa-apa dibanding dengan kesengsaraan akhirat.

Saudaraku…! Kemanapun kau akan pergi, kau pasti akan bertemu “maut”. Mati adalah sebuah pintu, setiap hidup pasti akan melewatinya. Siapapun engkau, apakah orang besar yang diagungkan, atau orang kaya yang berlimpah harta, atau dokter ahli yang mengobati penyakit, atau anak muda yang sehat segar, kalau maut sudah menjemput, kau pun pasti mati. Sebab mati itu bukan mencari orang yang sakit, bukan merenggut orang yang sedang kepayahan, melainkan mencabut nyawa orang yang telah tiba ajalnya.

Mati adalah “program” Allah yang tiada satu pun makhluk yang bisa menghindarinya. Silakan kau panggil semua dokter yang ada di dunia ini untuk mengobati orang yang sangat kau cintai. Silakan kau habiskan seluruh hartamu untuk menyembuhkan berbagai penyakit, tetapi pasti dan pasti tidak ada dokter yang dapat menyelamatkan seseorang dari “ajal” tidak ada dokter yang dapat mengobati penyakit yang namanya “mati”.

Perhatikan wahai saudaraku…! Perjalanan ruh disaat akan berpisah dengan jasadmu dan meninggalkan dunia fana ini.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Diterangkan bahwa Allah swt, telah menciptakan suatu bangsa “Malaikat Rahmat” yang membuat senang orang yang memandangnya karena wajahnya yang cerah, putih berseri-seri, sifatnya yang hormat & peramah. Disamping itu Allah swt juga menciptakan suatu bangsa “Malaikat Adzab”, malaikat yang sangat menakutkan orang yang melihatnya, karena wajahnya hitam, matanya biru, nampak bengis dan kejam.

Apabila Malaikat Maut akan mencabut ruh orang yang shaleh, maka Allah menugaskan Malaikat Rahmat untuk mendampingnya. Setelah ruh itu keluar dari jasad, maka ruh itu diserahkan Malaikat Maut kepada Malaikat Rahmat, yang kemudian membawanya menghadap kehadirat Allah swt, dengan sopan dan hormat, sehingga ruh itu merasa aman dan bahagia, apalagi mendapat pujian dari para malaikat yang dilaluinya.

Kemudian setelah ruh itu dihadapkan, lalu Allah memerintahkan Malaikat Rahmat agar membawa kembali ruh tersebut ke tempat asalnya secara baik-baik dan menempatkannya di tempat kediamannya. Disitulah ruh itu bisa melihat semua keluarganya dan familinya yang hadir, sehingga tahu siapa diantara mereka yang sibuk bekerja dan siapa yang ngobrol sambil tertawa-tawa. Ruh itu juga mendengar orang-orang yang sedang melayat. Ruh itu berkata selamat tinggal dan mohon maaf kepada ahli familinya yang hadir. Ucapan ruh itu bisa didengar oleh seluruh makhluk, kecuali jin dan manusia.

Demikianlah, ruh itu bisa melihat dan mendengar pembicaraan orang-orang yang masih hidup, tetapi yang hidup tidak bisa melihatnya dan tidak mendengar ratap tangisnya.

Sebaliknya, ruh orang kafir atau ruh orang yang banyak dosanya itu, setelah dicabut oleh Malaikat Maut, ruh itu diserahkan kepada Malaikat Adzab untuk dibawa kehadirat Allah swt. Secara kasar, kejam dan ganas, kesakitan, sementara para malaikat yang dilewati mencela dan mengutuk ruh celaka itu.

Setelah sampai kehadirat Allah swt, maka Allah memerintahkan Malaikat Adzab agar membawa kembali ruh itu ke tempat asalnya, dan meletakannya di tengah ruangan rumah. Ruh itu pun melihat jasadnya sendiri serta sanak familinya yang hadir. Disitulah ruh tersebut melihat dan mendengar apa-apa yang mereka bicarakan. Ruh itu memohon maaf serta menyatakan penyesalannya atas segala dosa-dosa dan kesalahan yang telah ia lakukan selama hidup di dunia. Jerit tangisnya didengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia. (Daqaalqul-Akhbaar)

Wahai saudaraku…!
Alangkah bahagianya jika engkau tergolong orang-orang yang beramal shaleh, orang-orang yang berbuat baik sebanyak-banyaknya. Ruhmu akan mendapat sambutan Malaikat Rahmat dan dibawa menghadap Allah dengan penuh hormat, kemudian dikembalikan dengan penuh ridha Allah.

Tetapi bagaimanakah nasibmu wahai saudaraku, jika engkau tergolong orang yang banyak melakukan dosa, kemudian tidak pernah bertaubat. Kau akan dijemput dengan kasar oleh Malaikat Adzab. Kau akan ditolak oleh Allah swt… kau akan menjerit di tengah keluargamu, tetapi sayang jeritanmu tidak pernah didengar oleh anak istrimu, oleh sanak familimu, dan oleh semua mereka yang hadir pada hari pemakamanmu. Kau akan menyesal dalam penyesalan yang tidak berguna lagi. Kau memohon maaf atas dosa-dosa yang kau lakukan, tetapi permohonanmu tidak lagi diterima.

Terlambat dan tidak berguna lagi kau menyesal. Terlambat dan tidak berguna lagi kau bertaubat. Terlambat dan tidak berguna lagi kau meminta maaf. Segalanya telah berlalu begitu cepat, padahal jika kau segera meminta maaf. Jika kau segera meminta ampun, jika kau segera bertaubat, kau tidak akan menjerit seperti itu.

Kemarin kau masih hidup, tapi kau tidak gunakan waktu itu untuk meminta maaf kepada sesamamu. Kemarin kau masih bergerak, tetapi kau tidak gunakan itu untuk meminta ampun kepada Allah. Kemarin kau masih kuat, tetapi kau tidak gunakan itu untuk beribadah. Kemarin lidahmu masih ada bisa bertasbih, tetapi kau lalaikan itu. Kemarin masih ada kesempatan terakhirmu, tapi kau sia-siakan semuanya.

Kini kau sudah terbaring kaku. Kau tidak bisa lagi bergerak. Kau bisa bicara dalam bahasa “ghaibmu”, tapi tidak lagi didengar oleh sanak keluargamu. Kau meyesal dan menyesal. Kau akan terus menyesal dalam penyesalanmu yang panjang akibat kelalainmu sendiri.

Sebenarnya kalau kau pandai-pandai memanfaatkan hidupmu, kalau kau pandai-pandai meluangkan waktumu untuk shalat, kalau kau pandai-pandai membagi waktu kerja dan ibadahmu, kau tidak akan menyesal seperti itu.

Diriwayatkan dari junjungan kita Nabi Muhammad saw. Beliau bersabda : “Ruh orang mukmin itu tidak akan keluar (dari jasadnya) sehingga dia melihat tempatnya di Syurga, dan ruh orang kafir itu tidak akan keluar sehingga dia melihat tempatnya di Neraka. Mereka bertanya : “Wahai Rasulullah…! Bagaimana orang mukmin bisa melihat tempatnya di Syurga dan orang kafir bisa melihat tempatnya di Neraka…?” Beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah swt, telah menciptakan Malaikat Jibril dengan sebaik-baiknya bentuk dan memiliki 600 sayap. Dari sayap-sayap itu, terdapat dua sayap berwarna hijau seperti sayap burung suari. Apabila dia mengembangkannya, maka terbentanglah sayap itu antara langit dan bumi. Di sayap yang kanan, terdapat gambaran syurga beserta isinya, yakni bidadari, istana, kamar bertingkat, sungai, buah-buahan, dan sebagainya. Disayap yang kiri terdapat gambaran Neraka Jahannam beserta isinya, yakni ular, kalajengking, kamar-kamar tingkat rendah dan Malaikat Zabbaniyah.

Maka apabila ajal seseorang hamba telah tiba, masuklah sekelompok Malaikat kedalam urat-uratnya dan menyerap ruhnya dan telapak kakinya sampai kedua lututnya, kemudian keluar dan masuklah kelompok kedua, lalu menyerap ruhnya dari kedua lututnya sampai ke pusatnya, kemudian keluar dan masuklah kelompok malaikat yang ketiga dan menyerap ruhnya dari pusatnya sampai ke dadanya, kemudian keluar dan masuklah kelompok malaikat yang keempat dan menyerap ruhnya dari dadanya sampai tenggorokannya.
Pada waktu itu, apabila dia orang mukmin, maka Jibril mengembangkan sayapnya yang kanan, sehingga dia melihat tempatnya di Syurga dan dia merindukan dan memperhatikan terus-menerus hingga dia tidak lagi melihat yang lainnya, sekalipun itu ayah dan ibunya atau anak-anak dan kerabatnya.

Sebaliknya, apabila yang meninggal itu orang kafir dan durhaka, maka Malaikat Jibril mengembangkan sayapnya yang kiri, sehingga dia melihat ke tempatnya di Neraka Jahannam dan dia terus memperhatikannya, hingga karena ketakutannya kepada terhadap tempat itu dia tidak lagi melihat kepada lainnya, walaupun ayah ibunya ataupun anak-anaknya sendiri. (Kanzul-Akhbaar)

Wahai saudaraku…! Kalau kau memilik amal saleh, sebelum ruhmu berpisah dengan jasadmu, kau akan melihat Syurgamu. Perasaanmu lega dan gembira yang tak terkatakan, sehingga kau menghadapi kematianmu dengan mudah. Tapi kalau kau durhaka dan tidak mau bertaubat sampai ajalmu datang, kau akan melihat Nerakamu sebelum ruhmu berpisah dengan jasadmu. Kau amat takut menghadapi kematianmu, sebab Nerakamu telah nyata dalam pandanganmu.

Wahai saudaraku…! Berikut ini perhatikanlah proses perjalanan ruhmu pada saat kau akan dimandikan, dikafankan, dishalatkan dan dikuburkan.

Di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Wahai Aisyah, adapun yang sangat menyedihkan dan membuat susah perasaan mayat itu, adalah pada saat jasadnya akan dimandikan. Kata ruh tersebut : wahai orang yang akan memandikan jasadku, aku mohon padamu agar menanggalkan pakaianku dengan perlahan-lahan, karena sesungguhnya jasadku baru beristirahat dari sakaratul maut.

Apabila akan dituangkan air, ruh itu menjerit meminta agar orang yang memandikannya itu, menuangkan air secara parlahan-lahan, dan jangan memakai air yang sangat panas atau sangat dingin, karena jasadnya serasa terbakar pada saat sakaratul maut. Ia juga meminta agar pada saat memakaikan sabun dan menggosok tubuhnya, dilakukan dengan perlahan-lahan. Demikianlah ratapan ruh pada saat jasadnya dimandikan. Kemudian pada saat jasadnya akan dibungkus dengan kain kafan, ruh itu menjerit dan berkata : inilah saat terakhir engkau melihat wajahku dan kita akan berpisah hingga hari kiamat.

Apabila akan dikeluarkan dari rumah untuk berangkat, ruh itu berkata : “Wahai kaumku dan sanak familiku, aku tinggalkan istriku menjadi janda dan anak-anakku menjadi yatim, aku harap jangan sakiti mereka”. Apabila dibawa dengan keranda, ruh itu berkata : “Wahai keluargaku dan semua ahli familiku yang ditinggalkan, janganlah kamu tertipu dengan dunia, dan janganlah kamu membuang-buang waktu dengan sia-sia, karena umurmu di dunia sangat terbatas”.

Apabila mayat itu dishalatkan, maka diperlihatkan oleh Allah catatan amalnya, amal baik dan buruk selama dia hidup di dunia. Ruh itu merasakan penyesalannya yang amat dalam, namun semuanya tidak berguna lagi, ibarat nasi yang telah menjadi bubur. ruh itu pun memohon restu dari orang-orang yang melayatnya.

Apabila ruh itu dimasukan kedalam kubur, dia menjerit-jerit sambil berkata : “Wahai semua saudara-saudara dan sanak familiku. Do’akanlah aku …! Wahai semua anak-anak dan ahli warisku! Aku tinggalkan harta untukmu, maka ingatlah aku dengan mendo’akanku”.

Wahai saudaraku…!
Pada saat kau dimandikan, kau sendiri tidak bisa berbuat apa-apa, kau hanya menjerit dengan jeritan yang memilukan dan semua makhluk mendengarkannya kecuali jin dan manusia. Keluargamu yang memandikanmu, hanya biasa-biasa saja, karena mereka memang tidak mendengarkan jeritanmu. Kau menjerit agar pakaianmu dibuka dengan sangat hati-hati, karena tubuhmu terasa akan terbakar akibat sakarat. Sehalus-halusnya kain yang kau pakai, jika akan dibuka dari jasadmu yang sudah kaku itu, terasa nyeri ke sekujur tubuh, ke dalam sumsummu, ke seluruh urat sarafmu, ke seluruh bagian tempat peredaran darahmu.

Kau juga menjerit saat dimandikan. Kau mengharap agar jangan dituangkan air dengan kasar, tapi harapanmu itu tidak dipedulikan orang, karena memang mereka tidak bisa mendengarkan ratapanmu.

Pada saat jasadmu akan dibungkus dengan kain kafan, kau menyesal dan menangis, kau hanya bisa meratap yang juga tidak didengar lagi oleh orang yang membungkusmu. kau meratap dan berkata : “Inilah saat terakhirmu melihat wajahku dan kita berpisah hingga hari kiamat”.

Saudaraku…! Kalau kata perpisahan di dunia ini kau ucapkan dengan tangisan yang memilukan, pada hal perpisahan itu akan bertemu lagi. Bagaimanakah perasaanmu untuk selamanya. Oh tuhan, kini aku menyesal, kenapa kamar yang bagus ini, yang telah menghabiskan anggaran yang tidak sedikit ini, aku tidak gunakan untuk beribadah…? Untuk mendekatkan diri kepada-Mu Yaa Allah…? Untuk mendirikan shalat lima waktu…? Oh, kenapa uang yang ada dilemari itu tidak aku keluarkan untuk bersedekah. Kenapa kekayaanku yang banyak itu hanya aku simpan untuk kepentingan duniaku, padahal kini tidak lagi aku miliki…?
Saudaraku…! Sesudah itu kau akan diangkat ke beranda depan untuk selanjutnya akan dipikul secara bergantian oleh kaum kerabatmu, sahabat dan kenalanmu.

Bagaimana engkau wahai saudaraku, disaat berada di depan beranda depan, sebelum diangkat oleh sanak keluargamu…?
Kau menangis melihat rumahmu yang telah menghabiskan anggaran ratusan juta. Kau menjerit disaat anak-anakmu meratap di depan usunganmu. Kau berkata dengan ratapanmu yang tidak lagi dipedulikan.

Oh Tuhan, rumahku telah menghabiskan anggaran yang besar, tapi tidak pernah aku pakai dalam beribadah kepada-Mu. Oh Tuhan, bertahun-tahun aku berjuang untuk membangun rumah ini, dengan segala daya dan pengorbanan, namun rumah ini hanya dapat kunikmati dalam waktu yang sangat terbatas.

Pada saat anak-anakmu semakin keras tangisannya engkau semakin menyesal dan berkata : “Oh Tuhan, tidak berguna tangisan anak-anakku bagi keselamatanku di Akhirat. Mereka menghabiskan anggaran jutaan dalam mencari pengetahuan, namun sungguh sangat aku sesalkan, bahwa tidak seorang pun diantara mereka ynag mengetahui surat “ Al- Fatihah”. Oh Tuhan, bagaimana mereka bisa shalat… bagaimana mereka bisa mendo’akan aku, bagaimana mereka bisa beribadah, sementara mereka tidak mengetahui apa-apa tentang Al-Quran…?

Saudaraku…! Sementara kau masih dalam penyesalanmu yang mengharukan itu, tiba-tiba usunganmu diangkat dengan iringan kalimat tauhid. Jelas sekali suara itu kau dengarkan dari balik usungan, kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAAH, MUHAMMADUR RASULULLAAH”, kalimat tauhid yang kau tidak pedulikan selama hidupmu, kalimat yang kau tidak tanamkan ke dalam jiwamu dan jiwa anak-anakmu.

Kamu menyesal kenapa sebelum ini kau tidak pernah membiasakan kalimat itu dalam hidupmu, kau tidak mengucapkannya dengan lidahmu.

Saudaraku…! Kau terus dibawa perlahan-lahan, dengan iringan isak tangis keluargamu. Kau terus dibawa menuju ke rumahmu yang sempit, rumah penantianmu yang menakutkan, rumah masa depanmu yang kau abaikan. Rumah yang akan kau tempati sendirian selama berjuta-juta tahun.

Makin dekat engkau ke kubur, makin tidak menentu perasaanmu, kau semakin takut akan resiko dosa-dosamu yang kau lakukan selama hidupmu. Kau menyesal tidak bertaubat kepada Allah. Disaat yang mencekam itu engkau ingin mengucapkan “istighfar” tapi sayang ucapan itu tidak berguna lagi.

Setelah usungan itu tiba di dekat kuburanmu dan setelah penutupnya dibuka kembali, kau diangkat perlahan-lahan dengan iringan kalimat tahuid. Kau merasakan orang-orang yang memegang jasadmu, sementara kau tidak lagi berdaya, jasadmu dalam keadaan kaku. Kau memperhatikan seluruh bagian kegiatan itu dengan amat mencekam. Kau menjerit lagi dan memohon. Ooh Tuhan…, beberapa saat lagi jasadku sudah akan diturunkan ke dalam kuburku. Bagaimanakah nasibku sesudah ini. Yaa Allah…? Nasib yang tidak pernah aku pikirkan selama hayatku.

Setelah jasadmu itu sampai di bagian dasar kuburmu dan sesudah wajahmu dibuka dan dihadapkan kekiblat sambil mencium tanah, kau menjerit minta ampun, engkau meratap minta dikasiani. Kau semakin takut, sementara orang-orang yang bertugas di pekuburan hanya melepaskanmu dengan perasaan haru.

Tiba-tiba dalam keadaan sangat mengharukan itu, papan lahat diturunkan untuk menutupi bagian atas kuburmu, agar jasadmu tidak tertimbun tanah. Kau mendengar semua itu, kau lebih menjerit saat tanah mulai diturunkan, ditimbun perlahan-lahan, diinjak-injak supaya padat. Kau mendengarkan sangat jelas sekali bunyi tanah yang menyentuh papan. Kini benar-benar kau sendirian didalam kuburmu. Kau tidak bisa lagi menghindari bencana. Kau tidak bisa lagi bersembunyi jika ada petugas yang datang. Kau tidak bisa lagi minta tolong pada siapapun. Kau benar-benar menyerah kepada keadaan yang memang tidak bisa diubah lagi.

Kalau dulu di dunia, bila ada petugas kau bisa bersembunyi, kalau dulu di dunia, bila ada polisi kau bisa melarikan diri, kalau dulu di dunia, bila ada penegak hukum kau bisa mencari perlindungan. Kini benar-benar kau sendirian menghadapi resiko yang amat menakutkan.

Saudaraku …! Sementara engkau masih dalam ketakutan yang amat mencekam itu, tiba-tiba kau mendengar bunyi sandal sanak keluargamu yang pulang meninggalkan kau untuk selamanya. Dengan perasaan yang amat mengharukan kau hanya bisa berkata :
Oooh Tuhan…! Kini saudaraku telah meninggalkan aku sendirian, ayah dan ibuku juga telah kembali kerumahnya, sanak keluargaku telah pulang ketempat mereka masing-masing. Mereka semua pulang untuk tidak kembali lagi selama-lamanya. Cinta mereka hanya habis di depan kubur. Kasih sayang mereka hanya habis di tetesan air mata.

Sementara dalam ratapan itu, tiba-tiba datang dua Malaikat untuk mengadakan pemeriksaan selama dalam penantian panjang.
Dua Malaikat ini tiada lain Malaikat Munkar dan Nakir.

Munkar dan Nakir adalah Malaikat yang khusus diciptakan Allah untuk bertugas di kubur. Tidak ada kerja mereka kecuali hanya itu. Setiap ada orang mati, setiap ada orang yang dikuburkan, dimana saja mereka berada, apakah itu di laut atau didarat, terbakar atau dimakan binatang buas , tetap mereka akan mendapatkan pertanyaan dari dua Malaikat diatas.

Nabi Besar Muhammad saw, bersabda :
“Sesungguhnya apabila seorang hamba diletakkan di dalam kuburnya, dan para pengantarnya pada berangkat pulang sedangkan si mayit masih mendengar suara sepatu mereka, tiba-tiba datanglah dua malaikat yaitu, yakni Munkar dan Nakir dan mendudukannya lalu keduanya bertanya. Bagaimana pendapatmu tentang nabi Muhammad saw…? Jika si mayit itu orang mu’min, ia akan menjawab, “Saya mengakui bahwa Muhammad itu Rasul dan utusan Allah”. Malaikat itu berkata : ”Lihatlah tempatmu yang pada mulanya dalam Neraka, sekarang talah dipindahkan Allah kedalam Syurga”, lalu dia melihat tempat itu sekaligus.

Adapun orang yang kafir atau munafik, jika ditanya masalah serupa itu mereka menjawab : “Saya tidak tahu dan saya hanya mengikuti apa kata orang”, Malaikat itu berkata : “Wah engkau tidak tahu dan tidak pernah membaca…!” Lalu orang itu dipukul dengan pukulan besi sehingga meraung-raung kesakitan. Jeritan itu didengar oleh penduduk bumi kecuali jin dan manusia”. (HR. Bukhari Muslim).

Saudaraku…! Malaikat Munkar dan Nakir akan datang menemuimu dikubur. Kau akan didudukan kemudian ditanya tentang keimananmu. Kalau kau beriman dan beramal shaleh, kau akan menjawab dengan baik. Setelah itu Malaikat berkata: “Lihatlah tempat kamu di Syurga, maka engkau pun melihatnya dengan gembira.

Namun jika engkau kafir dan durhaka, semua pertanyaan Malaikat itu tidak dapat engkau jawab dengan benar, maka engkau pun dipukul dengan pukulan besi. Kau meraung-raung kesakitan, tetapi raunganmu itu tidak lagi dipedulikan.
Riwayat lain menyebutkan Nabi saw bersabda :
“Dikembalikanlah ruh seorang hamba itu ke kuburnya. Tiba-tiba datanglah dua Malaikat, lalu mendudukannya dan berkata : ”siapa Tuhan mu…?” Orang Mu’min menjawab : ”Tuhanku adalah Allah”. Apakah agamamu…? Orang Mu’min menjawab : ”Agamaku Islam. Siapakah laki-laki yang diutus kepadamu…?” Orang Mu’min menjawab : “Muhammad Rasulullah saw. Apakah pekerjaanmu …? Ia menjawab : “Aku membaca kitab Allah, maka aku mempercayainya dan aku membenarkannya. Maka terdengarlah suara dari langit. “Telah benarlah hamba-ku dan kembangkanlah tikar dari syurga dan bukakanlah pintu Syurga baginya”.
Adapun orang kafir, ruhnya dikembalikan ketubuhnya. Lalu datanglah dua malaikat menyuruhnya duduk dan langsung bertanya : “Siapakah Tuhanmu…?” Orang kafir itu menjawab : “Saya tidak tahu”. “Siapakah laki-laki yang diutus kepadamu..? orang kafir itu menjawab : “Saya tidak tahu”. Maka terdengarlah suara dari langit. Memang orang itu mendustakan Rasul-Nya. Maka kembangkanlah baginya tikar dari Neraka dan bukakanlah satu pintu Neraka untuknya. Maka datanglah ke kuburnya panas api Neraka dan disempitkan kuburnya sehingga orang kafir itu terjepit oleh tanah dan patah tulang-tulang rusuknya”. (Ahmad Bin Hambal).

Saudaraku…! Jika engkau tergolong orang-orang yang taat, maka akan dihamparkan kepadamu hamparan Syurga yang indah dan akan dibukakan bagimu pintu Syurga. Kau akan merasa seakan kenikmatan yang besar. Kau akan merasakan kenikmatan dalam penantianmu hingga datang hari kebangkitan.

Namun, jika engkau tergolong orang yang kafir lagi durhaka, maka akan dihamparkan bagimu hamparan api Neraka dan akan dibukakan bagimu pintu Jahannam. Maka engkau kepanasan dalam kubur hingga datangnya hari pembalasan.
Saudaraku, itulah tahapan pertama perjalananmu menuju akhirat, kau tinggal di alam kubur yang sempit, atau alam barzakh yang penuh kegelapan. Juga dapat dikatakan, alam penantian yang amat mencekam dan masa tunggu yang paling menakutkan.
Saudaraku…!

Disana kau terbaring sendirian,
Bukan…!
Disana kau menderita sendirian, karena pelanggaranmu di dunia.
Karena dosa yang tidak kau mohonkan ampun kepada Allah.
Disana tidak ada keluargamu, handai tolan, sahabat maupun tetanggamu. Tidak ada orang yang bisa memberi pertolongan jika engkau menderita. Di sana juga tidak ada tempat berlari dari bencana.

Kalau dulu di dunia, kau lari menghindari polisi. Kalau dulu, di dunia, kau lari dari penegak hukum. Di dalam kubur yang sempit itu, kau hanya menyerah kepada nasib yang benar-benar sudah tidak dapat diubah lagi.

Di “kubur” kau menderita dalam kesendirianmu, meraung-raung tak ada yang peduli, menjerit kesakitan tak ada belas kasih.
Waktu demi waktu berganti penuh penderitaan, hari demi hari berganti penuh kesengsaraan. Tiada waktu tanpa siksaan, tiada hari tanpa jeritan. Penyesalan dan keluhan tidak memberi harapan, teriakan dan jeritan tidak mengurangi siksaan.

Demikianlah balasan bagi orang-orang yang kafir dan durhaka, yang tidak mau peduli dengan peringatan Allah. Mereka bermandikan noda dan dosa berkepanjangan. Mereka terlena dengan kesenangan dunia dan melupakan kesengsaraan Akhirat. Mereka terus berjuang hanya untuk keberhasilan dunia semata, mereka tidak pernah memikirkan kehidupan abadi di sisi Allah.

Mereka terus menerus hidup dalam kebebasan, mereka terus-menerus mengerjakan kepuasan. Akhirnya hingga datang ajalnya, mereka tidak sempat menyiapkan bekal yang akan dibawa pulang. Bekal yang akan digunakan dalam “PERJALANAN ABADI” perjalanan yang tidak ada ujungnya, tidak ada akhirnya.

Sungguh menyesal, dan amatlah menyesal, orang yang tertipu dengan kesenangan dunia, padahal di akhirat dia menerima siksaan yang tidak pernah berakhir.

Satu-satunya harapan orang tua dalam “Penantian kubur” ialah harta yang ditinggalkan, atau anak-anaknya yang mendo’akannya.
Saudaraku..! kalau kau tidak mendidik anak-anakmu dengan didikan agama, maka harapanmu dalam kubur akan bukan saja sirna, melainkan berganti dengan siksa berganda. Harta digunakan oleh anak-anakmu dalam kemunkaran, hura-hura tanpa batas, bersenang-senang dalam kedurhakaan. Mereka sibuk dalam kebebasan, bergelimang maksiat tak pernah mengenal puas.
Semua itu menjadi siksa berganda yang kau terima selama masa penantian dalam kegelapan kubur. Siksa akibat tidak memanfaatkan harta dijalan Allah, ditambah dengan siksa akibat kesalahanmu sendiri dan kesalahan anak-anakmu yang kau tinggalkan. Mereka bukan saja tidak menunaikan kewajiban, tapi terang-terangan menentang Allah dan menyalah gunakan harta warisan.

Saudaraku…! Di dunia kau berjuang mencari harta, tidak peduli sakit sengsara, tidak menghiraukan siang atau malam. Namun dikubur kau lebih menderita akibat harta yang disalahgunakan. Padahal jika kau gunakan hartamu di jalan Allah, kau tidak jadi sengsara. Kau juga tidak menjadi miskin karenanya. Bahkan sebaliknya hartamu akan bertambah, engkau akan dicintai sesama, engkau juga diridhai Allah. Kau bahagia dunia akhirat.

Ingat saudaraku…! Kau akan pulang ke akhirat, hanya sedikit sekali, dua setengah persen saja, tapi yang sedikit itu justru akan menyelamatkan engkau dalam keselamatan abadi. Bukan selama seratus tahun, bukan bahagia seribu tahun, melainkan bahagia selamanya. Sisanya akan kau tinggalkan untuk kesenangan orang lain.

Ingat…! Orang lain senang di dunia dengan hartamu, kau sendiri menderita di kubur, sendirian.
Saudaraku…! Sebelum kau menyesal panjang, didiklah anak-anakmu baik-baik. Tanamkanlah agama kepada mereka, engkau pasti selamat dunia akhirat.
Supaya engkau lebih yakin akan hasil pendidikan terhadap anak-anakmu, perhatikan berikut ini, riwayat tentang nikmatnya mendapatkan kiriman dari anak yang shaleh.

Diriwayatkan seorang sahabat Nabi yang bernama Abi Qalabah ra. Di suatu malam beliau bermimpi melihat pintu kubur terbuka, dan semua ahli kubur itu berada di atas kuburnya masing-masing, dan dihadapan masing-masing ahli kubur itu terdapat satu hidangan untuk ruh. Tiba-tiba beliau melihat bahwa ada seorang ahli kubur tidak mempunyai hidangan di hadapannya.

Maka Abi Qalabah ra, bertanya kepada ahli kubur yang tidak menerima hidangan tersebut. Mengapa engkau tidak mempunyai hidangan tersebut. Mengapa engkau tidak menerima hidangan seperti kawan-kawan lainya…? Ahli kubur itu menjawab : “Mereka yang mendapatkan hidangan itu mempunyai anak yang shaleh, yang bersedekah dengan niat mohon disampaikan Allah kepada mereka yang telah meninggal, maka disampaikanlah niatnya itu kepada mereka. Sedangkan anakku tidak berbuat demikian, sebab itu aku tidak menerima kiriman hidangan seperti yang kau lihat, sehingga aku merasa malu dengan kawan-kawanku”.

Keesokan harinya Abi Qalabah ra. Pun memanggil anak ahli kubur yang tidak mendapat hidangan tersebut dan menceritakan apa yang dilihat dalam mimpinya. Setelah mendengar cerita tersebut, maka anak itupun bertaubat kepada Allah dan dia mulai melakukan amal shaleh serta bersedekah untuk orang tuanya yang telah meninggal tersebut.

Beberapa waktu berselang, Abi Qalabah ra. Pun bermimpi lagi, mimpi berkunjung ke ahli kubur. Dalam mimpi tersebut beliau melihat orang yang dulunya tidak memperoleh hidangan, kini sudah mendapatkan hidangan, sama seperti kawan-kawan lainya. Maka berkatalah ahli kubur itu kepada Abi Qalabah ra. “Semoga Allah memberi ganjaran atas kebaikanmu, karena anda telah melepaskan aku dari rasa malu”.(Daqaaiqul Akhbar).

Wahai saudaraku yang masih tetap dalam maksiat. Jangan kau kira bahwa kejahatanmu itu akan menyusahkan Tuhanmu. Jangan kau kira bahwa kau melalaikan shalat itu akan mengurangi kekuasaan Tuhanmu. Jangan kau kira meninggalkan puasa Ramadhan itu menyebabkan Tuhanmu menderita. Jangan kau kira tidak menunaikan haji ke Baitullah akan menyebabkan kemelaratan Tuhanmu. Jangan kau sangka bahwa kau mencuri itu akan memberikan kekayaan dan kejayaan bagimu. Jangan kau kira minum khamer itu akan menyelamatkan harta dan jiwamu. Jangan kau kira memakan harta orang tanpa hak itu akan membahagiakanmu.

Saudaraku…! Pelanggaranmu adalah deritamu sendiri, maksiatmu adalah kesengsaraanmu. Bukan orang lain yang akan menerima resiko akibat kesalahanmu. Segeralah bertaubat kepada Allah. Dia menanti kedatanganmu wahai saudarku. Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Bahkan dalam sebuah hadist qudsi dia menyatakan :
“Wahai hamba-Ku, jika engkau datang dengan dosa sepenuh bumi, aku akan mengampunimu sepenuh bumi itu pula”.
Cepatlah mohon ampun kepada Allah, Dia pasti mengampunimu, karena Dia Maha Pengampun terhadap hamba-hamba-Nya.
Saudaraku…! Kuingatkan sekali lagi bahwa kubur adalah tempat transit pertama menuju akhirat. Kubur adalah tempat menginap sebelum hari kebangkitan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Sayidina Utsman ra. setiap berada di pekuburan selalu menangis hingga basah janggutnya. Sahabatnya bertanya : “Kenapa engkau selalu menangis bila berada di perkuburan wahai amirul mukminin…? Beliau menjawab : “Bagaimana saya tidak menangis, nabi Muhammad saw pernah bersabda kubur adalah rumah pertama menuju akhirat. Jika orang yang berada didalamnya itu selamat, maka sesudah itu dia akan mendapatkan kemudahan. Tapi kalau di kubur dia mendapat siksa, maka sesudah itu dia akan lebih sengsara lagi”.

Kalau di dunia orang tidak mau tinggal di gubuk, kalau di dunia orang tidak mau tinggal di bawah kolong jembatan. Kalau di dunia orang terus memperbaiki rumah dengan menghabiskan anggaran seratus juta, padahal hanya akan dipakai untuk sementara. Kenapa orang melupakan rumah kedua yang pasti akan digunakan. Entah berapa juta tahun kita tinggal di sana, hanya Allah Yang Maha Tahu.

“kubur” adalah rumah kecil yang ukurannya paling luas dua kali satu meter. Rumah kecil yang tidak pakai pintu dan jendela, rumah yang lantainya tanah dan dindingnya pun tanah.

Semua orang yang pernah hidup, pasti akan pindah ke rumah itu secara bergantian. Setiap hari entah berapa ribu orang yang mati di seluruh dunia, tiada satupun orang yang mengetahuinya.

Saudaraku…! Walaupun gedung emasmu sepuluh, walaupun kekayaanmu berlimpah, kau tidak boleh membawa kasur ke kubur, juga tidak boleh membawa bantal sekecil apapun. Kalaupun kau membawanya, apa gunanya bagimu, sementara setiap saat kau dicemeti. Bahkan akan dihamparkan tikar Jahannam untukmu. Kau akan tidur di atas bara api selama masa penantianmu.
Saudaraku…! Kau hanya boleh membawa kain kafan beberapa meter. Kau akan dibaringkan di tanah, bukan di atas permadani yang kau injak-injak dahulu di rumahmu.

Ingat…! Berjuta tahun kau terbaring sendirian di sana.
Bukan…! Berjuta tahun kau diperiksa setiap detik. Begitu kau dicemeti oleh Malaikat Munkar dan Nakir, kau menjerit kesakitan yang tiada terperikan. Suaramu terdengar oleh penghuni langit dan bumi kecuali jin dan manusia.

Aduhai saudaraku, sungguh mengerikan…! Berabad-abad lamanya kau menderita dalam kesendirianmu. Bukan seperti di dunia dahulu, jika engkau sakit, ada ibumu yang menghiburmu, ada ayahmu yang mencari obat, ada saudaramu yang menjagamu. Bukan penderitaan rumah sakit yang selalu siap dengan pelayanan dokter. Bukan penderitaan penjara yang makanannya sedikit tapi selalu ada.

Setiap saat ada yang datang, tapi bukan menanyakan sakitmu, melainkan petugas-petugas kubur yang langsung memberikan balasan sesuai dengan pelanggaranmu dulu di dunia. Dicemeti dengan cemeti Jahannam, tulang-tulangmu hingga hancur lebur, kemudian utuh kembali untuk menerima siksa selanjutnya.

Sekali-kali datang selingan berupa serangan binatang berbisa. Beraneka binatang berbisa itu adalah jelmaan dari tabi’atmu atau sifat-sifatmu yang tercela. Hasad, dengki dan iri hati. Sombong, keras kepala, dendam dan sebagainya.
Saudaraku…! Kubur, juga sebagai tempat menunggu yang paling lama. Bukan menunggu kebebasan dan pengampunan, melainkan menunggu tibanya hari yang lebih mengerikan, hari bangkitnya semua manusia.

Ingat saudaraku…! Bukan setahun kau disiksa di dalam kubur. Bukan sepuluh tahun kau di cambuk. Bukan seratus tahun kau dicemeti. Bukan pula seribu tahun kau menderita.

Sungguh, kita semua tak tahu entah berapa juta tahun orang menderita dalam kesendiriannya, menerima siksa yang tak pernah mengenal istirahat.

Kalau di rumahmu kau menjerit, ada saudaramu yang menghubungimu. Kalau di rumah sakit kau meraung-raung, ada ibumu yang menunggumu. Kalau di kamarmu kau menjerit ada ayahmu yang membantumu. Tapi kalau di kubur kau sendirian, menjerit dan meraung-raung tak ada yang peduli.

Keadaan ini terus bersambung dan bersambung sampai datang hari yang dijanjikan Allah, hari kebangkitan manusia.
Sungguh suatu perjalanan yang harus kita pikirkan matang-matang dari sejak sekarang. Perjalanan yang sepatutnya tidak boleh dilupakan orang sedetikpun. Perjalanan panjang yang mengerikan, perjalanan panjang yang penuh teriakan, jeritan dan raungan yang memilukan. Tapi tidak dipedulikan. Perjalanan yang penuh resiko dalam kesendirian, perjalanan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Bukan perjalanan sejuta kilometer, bukan hidup sejuta abad, melainkan perjalanan abadi yang tidak berkesudahan, didalam kesenangan yang sempurna atau dalam siksa yang tiada tertanggungkan.
Alangkah sengsaranya dan betapa menyesalnya kalau abadi dalam penderitaan “Api Jahannam” yang membara.



Penyusun
H. Husein Usman Kambayang
Diketik Ulang Dari Sebuah Buku surah Yasin.